x
Memanas, DPRD Riau Segera Gunakan Hak Angket ke Plt Gubernur Riau
DPRD Riau Jalan Sudirman

*Soal di Bayarnya Hutang Rp222 Milyar Oleh Pemprop Riau
Memanas, DPRD Riau Segera Gunakan Hak Angket ke Plt Gubernur Riau

Kamis,24 Maret 2016 - 12:22:19 wib

PEKANBARU - Kasus dugaan korupsi dalam pembayaran hutang eskalasi harga (Hasil Penghitungan Penyesuaian Harga) oleh Pemerintah Provinsi Riau ke - 8 perusahaan kontraktor sebesar Rp222.895.826.691 pada APBD Perubahan tahun 2015 lalu, kian memanas.

Atas pembayaran hutang 9 proyek Multi Years yang diduga tak sesuai prosedur yakni tanpa pembahasan di Badan Anggaran (Banggar) itu, puluhan anggota DPRD Riau mulai mengumpulkan tanda tangan menggunakan Hak Angket memanggil Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman .

"Bukan belasan lagi yang ikut (Hak Angket), tapi sudah puluhan dan sudah Kuorum karena dalam Tatib (Tata Terbit), sedikitnya disejutui oleh 10 orang anggota," kata Anggota DPRD Riau H Muhammad Adil, Rabu (23/03/16) siang, pada Riaueditor.com.

Dijelaskannya, kasus ini sebenarnya kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) yang besar. Lantaran adanya dugaan penyalahgunaan wewenang yang menguntungkan orang lain atau pihak tertentu.

"Ini sudah jelas tipikor, hutang tersebut memang akan dibayar. Namun, ada perbedaan jumlah. Dimana versi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebesar Rp220 milyar, sedangkan versi Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebesar Rp320 milyar. Jadi, tak kita anggarkan. Kita tunggu sampai cocok dan ada dasar hukum. Kok tiba-tiba masuk ke Kemendagri dan dibayar tanpa ada pembahasan Banggar DPRD Riau," jelas Adil.

‎Bahkan, melalui salah satu media harian, Selasa (22/03/16) kemarin, ‎Adil mengaku mendapat kabar ada bagi-bagi komisi sebesar 2 persen yang diberikan kepada oknum-oknum yang terlibat dalam skenario meloloskan duit ratusan milyar tersebut.

"Tunggu dan ikuti aja perkembangannya. Yang terlibat, siap-siap saja. Aparat hukum harus mengusut tuntas," pinta Adil di kutip riaueditor.c.

Temuan mencurigakan ini juga disampaikan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau. Dikatakan, berdasarkan PP Nomor 70, pembayaran hutang tak boleh melebihi 10 persen dari nilai proyek.

Perlu diketahui, kasus ini berawal atas adanya permohonan dari 8 perusahaan melalui BANI terkait eskalasi ini adanya selisih perhitungan harga terkait 9 proyek multi years yang dikerjakan.

Akhirnya, melalui putusan No. 352/V/ ARB-BANI/2010 yang dibacakan pada hari Senin tanggal 27 Desember 2010, BANI meminta Pemprov Riau membayarkan hutang eskalasi itu kepada rekanan. Dalam putusan itu, perusahaan rekanan beralasan, eskalasi harga, harusnya berpedoman kepada Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 Pasal 9 Ayat 1. Dimana, perhitungan eskalasi harga dimulai sejak bulan Desember 2004, yaitu sejak bulan pertama pekerjaan.

Sementara, Pemprov Riau meyakini, berdasarkan Pasal 9 ayat 4 dari kontrak, yang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 105/ PMK.06/2005 tanggal 9 November 2005 tentang Penyesuaian Harga Satuan dan Nilai Kontrak Kegiatan Pemerintah Tahun Anggaran 2005, eskalasi harga dimulai sejak bulan Oktober 2005 sesuai dengan lahirnya kebijakan moneter terhadap kenaikan bahan bakar minyak (BBM).

Akhirnya, Mahkamah Agung (MA) pun menguatkan putusan BANI tersebut. Melalui putusan Nomor 709 K/Pdt.Sus/2011. Hakim Mahkamah Agung yang diketuai H Muhammad Taufik, SH, MH, menolak keberatan pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau yang diwakili oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum atas putusan banding sebelumnya yang menguatkan putusan BANI.

Putusan itu, mewajibkan Pemprov Riau untuk membayar eskalasi harga pada APBD Perubahan 2015 kepada 8 perusahaan rekanan dengan jumlah total sebesar Rp322.395.826.691.

Rinciannya, untuk PT Pembangunan Perumahan (PP) (Persero) Tbk sebesar Rp113.841.020.412, PT Adhi Karya (Persero) Tbk sebesar Rp41.215.592.443, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk sebesar Rp31.504.906.623, PT Hutama Karya (Persero) Tbk berkerjasama dengan PT Duta Graha Indah sebesar Rp49.853.904.365, PT Waskita Karya (Persero) sebesar Rp20.459.969.777, PT Istaka Karya (Persero) sebesar Rp29.580.157.994, PT Modern Widya Technical yang bekerjasama dengan PT Anisa Putri Ragil sebesar Rp11.520.971.085 dan PT Harap Panjang sebesar Rp24.419.304.658.

Dalam perjalanannya, BPKP sendiri justru menyatakan total hutang eskalasi yang harus dibayar sebesar Rp220 Milyar. Perbedaan angka antara BPKP dan BANI yang dikuatkan MA inilah yang membuat DPRD Riau sengaja tak menganggarkan pembayaran hutang itu di APBD Perubahan tahun 2015 lalu.

Namun, tiba-tiba diketahui, telah dibayarkan oleh Pemprov Riau dengan alasan adanya rekomendasi dari DPRD dalam pengusulan itu.

Usut punya usut, ternyata, Banggar DPRD Riau sendiri waktu itu mengaku tak pernah membahas. Disinyalir, dokumen pengusulan itu disisipkan oleh oknum pimpinan. Namun, hingga berita ini diturunkan, salah satu unsur pimpinan Noviwaldy Jusman yang hubungi melalui nomor selulernya 08136564xxxx tak bersambung.

Terkait ini, Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Hubungan Masyarakat (Kasi Penkum Humas) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, yang dihubungi, belum mau berkomentar. (rd)


BERITA LAINNYA
TUILIS  KOMENTAR
BERITA SEBELUMNYA