WASHINGTON DC - Saat tengah berupaya mengamankan keunggulannya agar tak tergangu dalam pemilihan "Super Tuesday" pekan depan, Donald Trump mulai mendapatkan batu sandungan.
Tuduhan Trump pernah melakukan serangan seksual dan mencoba memperkosa seorang perempuan di awal 1990-an, muncul kembali.
Perempuan itu mendaftarkan gugatan federal pada 1997 dan menuduh Trump menghancurkan "integritas fisik dan mentalnya" saat Trump mulai melecehkannya.
Padahal, kekasih perempuan itu merupakan rekan bisnis Trump. Peristiwa itu, membuat perempuan tersebut merasa "hancur dan putus asa".
Dalam surat gugatan yang dimasukkan ke pengadilan pada April 1997, perempuan yang baru berusia 34 tahun saat itu menuduh Trump melakukan "tindakan yang keterlaluan".
Dia menuduh Trump memaksanya ke tempat tidur di kediamannya di Mar-A-Lago, Palm Beach, Florida setelah sebuah pertemuan bisnis pada Januari 1993.
Dia menambahkan, di bulan yang sama, dalam sebuah pembicaraan telepon yang seharusnya membicarakan bisnis, Trump justru merayunya.
Trump mengatakan, jika perempuan itu mau tidur dengannya maka dia akan menjadi seorang perempuan yang "tercerahkan" dan Trump akan menjadi kekasih terhebat yang pernah dia miliki.
Namun, perempuan, yang belum disebutkan identitasnya itu, tiba-tiba membatalkan tuntutan hukum sebesar 125 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,6 triliun terhadap Donald Trump sebulan setelah diajukan.
Batalnya tuntutan ini bersamaan dengan sebuah sengketa hukum terpisah antara Trump dan kekasih perempuan itu, terkait pemutusan kontrak dalam bisnis ajang putri kecantikan yang mereka jalani.
Saat itu Trump mengklaim, gugatan kasus pelecehan seksual ditujukan untuk menekan dirinya agar menyelesaikan sengketa hukum lainnya.
Pada akhir 1997, Trump akhirnya memang menyelesaikan sengketa itu dan membayar kompensasi sebesar jutaan dollar AS.
Pada Rabu (24/2/2015), penasihat Trump, Michael Cohen, kepada Mail Online mengatakan, tak ada kebenaran di dalam gugatan hukum terkait kasus pelecehan sekskual yang dilayangkan kepada Trump saat itu.
"Jaksa penuntut dalam masalah ini, juga akan mengakui hal yang sama," ujar Cohen.
Namun, saat harian Guardian apakah perempuan yang menggugat Trump berani mempertanggungjawabkan detil kejadian di dalam surat gugatannya, perempuan itu hanya menjawab singkat lewat SMS: "Ya."
Perempuan yang kini sukses berkarier sebagai seorang perias wajah di New York itu menolak untuk membicarakan masalah ini lebih lanjut.
Namun, hal yang mengherankan adalah, perempuan tersebut kini nampaknya menjadi pendukung Donald Trump.
Kepada situs berita Law Newz pekan ini, dia mengatakan bakal memberikan suaranya untuk Trump.
"Saya bertemu dia (Trump) belum lama ini dan dia mengatakan saya terlihat cukup baik. Saya tak bisa katakan hal lain kecuali hal baik tentang Donald," kata dia.(kom/rd)