JAKARTA - Tim pengacara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak terima jika Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menyebut bahwa ada penyadapan komunikasi antara SBY dengan Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin.
Salah satu pengacara Ahok, Tommy Sihotang, mengatakan, pihaknya tidak pernah menyebut ada penyadapan. Bisa saja, kata dia, pihaknya melaporkan SBY atas tuduhan fitnah.
"Pak SBY ini mengatakan penasihat hukum Ahok itu punya hasil penyadapan, itu bisa dikategorikan memfitnah. Yang hard (cara keras) itu bisa saja tim penasihat hukum melaporkan beliau (atas) pemitnahan karena tidak ada cerita penyadapan di persidangan itu," ujar Tommy dalam diskusi bertajuk 'Ngeri-ngeri Sadap' di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (4/2).
Tommy menuturkan, SBY orang yang pertama kali melontarkan adanya penyadapan.
"Jangan hanya dibilang ada penyadapan kalau enggak ada penyadapan. Itu memfitnah penasihat hukum. Jadi kalau yang hard way bisa saja kami akan melaporkan beliau memfitnah penasihat hukum," kata dia.
Menurut Tommy, pihaknya juga bisa meminta majelis hakim untuk menghadirkan SBY di dalam sidang untuk menjelaskan soal komunikasi tersebut.
"Yang paling soft di sidang yang akan datang kemungkinan kami akan minta majelis hakim untuk panggil, jelaskan di persidangan supaya clear, supaya jangan ada dusta di antara kita dan gunjang-ganjing," ucap Tommy.
Awalnya, tim pengacara Ahok mengaku memiliki bukti soal komunikasi antara SBY dan Ketua Umum MUI Ma’ruf Amin. Namun, mereka tidak menyebut apa wujud bukti tersebut.
Hal itu yang ditanyakan pengacara kepada Ma'ruf yang dihadirkan sebagai saksi.
"Apakah pada hari Kamis, sebelum bertemu paslon nomor satu pada hari Jumat, ada telepon dari Pak SBY pukul 10.16 WIB yang menyatakan, pertama, mohon diatur pertemuan dengan Agus dan Sylvi bisa diterima di kantor PBNU; kedua, minta segera dikeluarkan fatwa tentang penistaan agama?" kata Humphrey Djemat, salah satu pengacara Ahok, kepada Ma'ruf.
Keesokan harinya, SBY bereaksi. Ia merasa komunikasinya lewat telepon selama ini disadap secara ilegal.
Meski tidak tahu bukti apa yang dimiliki pihak Ahok, SBY menganggap hal itu adalah sebuah kejahatan.
SBY mengaku mendapat informasi bahwa komunikasinya disadap dari seseorang. Namun, ia tidak mau mengungkap identitasnya.
Ia juga bercerita bahwa sahabatnya tidak berani menerima teleponnya karena takut disadap.
Sahabatnya itu, kata SBY, diingatkan oleh seseorang di lingkar kekuasaan agar hati-hati bahwa telepon tengah disadap.
Ia juga tak mau mengungkap siapa sahabatnya itu dan siapa orang di lingkar kekuasaan yang memberi tahu.
Dalam pernyataannya, SBY membandingkan apa yang dia rasa dengan skandal Watergate yang terjadi di Amerika Serikat.
Ketua Umum Partai Demokrat itu merasa privasinya sudah diganggu.
"Saya hanya mohon keadilan, tidak lebih dari itu karena hak saya sudah diinjak-injak dan privasi saya yang dijamin telah dibatalkan dengan cara disadap dengan cara tidak legal," ujar SBY.
SBY juga meminta penjelasan Presiden Joko Widodo atas dugaannya itu. SBY berandai, jika benar dirinya disadap, maka hukum rimba terjadi.
SBY menjelaskan, dalam hukum rimba, maka yang kuat yang menang dan yang lemah yang kalah. Padahal, seharusnya yang benarlah yang menang.
“Jadi, kami mohon betul penjelasan Bapak Presiden soal penjelasan ini sehingga tidak terjadi rakyat tidak senang. Kalau sudah diucap di persidangan berarti punya keabsahan sendiri. Itu yang kami sampaikan,” ucap dia.
Masih terkait penyadapan, SBY juga meminta aparat penegak hukum untuk mengusut.
Menurut SBY, penegak hukum mesti bertindak tanpa perlu menunggu adanya laporan terlebih dahulu.(kom/nt)